POPULASI DAN SAMPEL
BAB I
Latar Belakang Masalah
Salah satu bagian dalam desain penelitian adalah
menentukan populasi dan sampel penelitian. Dewasa ini, kegiatan penelitian
banyak dilakukan dengan penarikan sampel, karena metode penarikan sampel lebih
praktis, biayanya lebih hemat, serta memerlukan waktu dan tenaga yang lebih
sedikit dibandingkan dengan metode sensus. Penentuan
sampel dari suatu populasi, disebut sebagai penarikan sampel (Sukmadinata, 2011:251). Penelitian yang memakai
sampel untuk meneliti atau menyelidiki karakteristik objek penelitian,
dilakukan dengan beberapa alasan antara lain objek yang diteliti sifatnya mudah
rusak, objek yang diteliti bersifat homogen, tidak mungkin meneliti secara
fisik seluruh objek dalam populasi, untuk menghemat biaya, untuk menghemat
waktu dan tenaga, serta keakuratan hasil sampling.
Dalam penelitian yang menggunakan sampel sebagai unit
analisis, baik pada penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan penelitian
dengan pendekatan kualitatif, setidaknya terdapat dua hal yang menjadi masalah
atau persoalan yang dihadapi, yaitu pertama, bahwa persoalan sampling adalah
proses untuk mendapatkan sampel dari suatu populasi. Di sini sampel harus
benar-benar bisa mencerminkan keadaan populasi, artinya kesimpulan hasil
penelitian yang diangkat dari sampel harus merupakan kesimpulan atas populasi.
Sehingga masalah yang dihadapi adalah bagaimana memperoleh sampel yang
representatif, yaitu sampel yang dapat mewakili elemen lain dalam populasi atau
mencerminkan keadaan populasi. Kedua, masalah yang dihadapi dalam penelitian
yang menggunakan sampel sebagai unit analisis adalah tentang bagaimana proses
pengambilan sampel dan berapa banyak unit analisis yang akan diambil. Sehingga
masalah yang dihadapi diantaranya teknik penarikan sampel manakah yang cocok
dengan karakteristik populasi, tujuan dan masalah penelitian yang akan dikaji.
Selain itu berapa banyak unit analisis atau ukuran sampel (sample size)
yang akan dilibatkan dalam kegiatan penelitian.
BAB II
ISI
A.
Pendahuluan
Tujuan utama
dalam melakukan penelitian adalah untuk mengetahui karakter suatu obyek yang
kita teliti. Misalnya, jika kita ingin mengetahui bagaimana sikap masyarakat di
kota X terhadap lingkungan, maka hasil yang kita harapkan adalah kesimpulan
berupa: peduli atau tidak peduli terhadap lingkungan. Cara pertama adalah
mewawancarai dan mengamati seluruh perilaku seluruh warga kota terhadap
lingkungan. Cara kedua, kita melakukan wawancara dan observasi hanya pada
sebagian warga kota.
Jika kita
mengambil cara yang pertama, maka berarti kita menggunakan data populasi untuk
menarik kesimpulan, sedangkan bila menggunakan cara yang kedua, berarti kita
menggunakan data sampel. Dari ilustrasi tersebut, populasi adalah seluruh warga
kota X sedangkan sampel adalah sebagian warga kota X.
1.
Populasi
a.
Pengertian
Populasi
Terdapat
pengertian populasi menurut beberapa ahli, diantaranya:
1) Sugiyono
(2012)
Populasi diartikan
sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
2) M.
Toha Anggoro (2011)
Populasi adalah himpunan yang lengkap dari
satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya ingin kita ketahui.
Banyaknya individu atau elemen yang merupakan anggota populasi disebut sebagai
ukuran populasi dan disimbolkan dengan N.
3) Margono
(2010:118)
Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian
kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan.
4) Sukmadinata
(2011)
Populasi adalah kelompok besar dan wilayah yang
menjadi lingkup penelitian kita.
5) Suharsimi
Arikunto (2005)
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.
Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah
penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.
6) Sabar
(2007)
Populasi adalah
keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen
yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian
populasi atau studi populasi atau study sensus.
7) Nana
Syaodih Sukmadinata (2009)
Populasi target adalah
populasi yang menjadi sasaran keterbelakukan kesimpulan penelitian kita .
8)
Husaini
Usman (2006)
Populasi ialah semua nilai baik
hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif, dari karakteristik tertentu
mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas.
Dari
beberapa literature atau pendapat para ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
populasi merupakan keseluruhan elemen, unit elementer, unit penelitian, unit analisis
yang memiliki karakteristik tertentu yang dijadikan sebagai objek penelitian.
Pengertian populasi tidak hanya berkenaan dengan siapa tetapi juga berkenaan
dengan apa.
Istilah
elemen, unit elementer, unit penelitian, atau unit analisis yang terdapat pada
batasan populasi di atas merujuk pada siapa yang akan diteliti atau unit di mana pengukuran dan inferensi akan dilakukan
(individu, kelompok, atau organisasi), sedang penggunaan kata karakteristik
merujuk pada apa yang akan diteliti. Apa yang diteliti tidak hanya merujuk pada
isi, yaitu data apa tetapi juga merujuk pada cakupan (scope) dan juga
waktu.
b.
Jenis-jenis
populasi
Berdasarkan jumlah anggotanya, populasi dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yakni:
1) Populasi
terbatas, ini terjadi apabila jumlah anggota populasi tersebut diketahui dengan
pasti. Misal, penduduk kabupaten Gunungkidul, mahasiswa Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta, Karyawan PT. Sarihusada Generasi Mahardika
(SGM) Yogyakarta, dan sebagainya.
2) Populasi
tidak terbatas, ini terjadi ketika jumlah anggota populasi tidak dapat
diketahui dengan pasti. Misal, botol plastik yang dihasilkan oleh suatu mesin
pembuat botol plastik. Selama mesin tersebut tidak rusak, maka secara teoritis
mesin tersebut dapat memproduksi botol plastik terus-menerus yang tak terhingga
jumlahnya.
c.
Macam
Populasi
Macam populasi (Nana Syaodih
Sukmadinata, 2009), yaitu:
a.
Populasi
Target
Populasi target adalah populasi yang dengan alasan yang
kuat (reasonable) memiliki kesamaan
karakteristik dengan populasi terukur.
b.
Populasi
Terukur (accessable population)
Populasi terukur adalah populasi yang secara ril
dijadikan dasar dalam penentuan sampel dan secara langsung menjadi lingkup
sasaran keberlakuan kesimpulan.
Contoh:
Populasi terukurnya adalah kemampuan bahasa anak usia 5
tahun di kabupaten Batul. Karena tingkat kecerdasan, kematangan berbahasa,
usia, lingkungan dan status sosial ekonomi, anak-anak di kabupaten Batul sama
dengan di Yogyakarta.
Populasi targetnya adalah populasi anak usia 5 tahun di
Yogyakarta.
Kesimpulannya adalah kemampuan berbahasa anak usia 5
tahun di kabupaten Bantul berlaku untuk propinsi Yogyakarta
d.
Sifat Populasi
Margono (2010:119) mengemukakan bahwa persoalan populasi bagi
suatu penelitian harus dibedakan ke dalam sifat berikut ini.
1)
Populasi yang
bersifat homogen, yaitu populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat yang sama.
Misalnya, seorang dokter yang akan melihat golongan darah seseorang, maka ia
cukup mengambil setetes darah saja. Dokter itu tidak perlu satu botol, sebab
setetes dan sebotol darah, hasilnya akan sama saja.
2)
Populasi yang
bersifat heterogen, yaitu populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat atau
keadaaan yang bervariasi, sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya.
e.
Populasi dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif
Dalam penelitian
kuantitatif yang dimaksud dengan populasi misalnya penduduk di wilayah
tertentu, jumlah pegawai pada organisasi tertentu, jumlah guru dan murid di
wilayah sekolah tertentu dan sebagainya. Sedangkan, dalam penelitian kualitatif
tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial
yang terdiri atas tiga elemen, yaitu:
·
tempat (place)
·
pelaku (actors), dan
·
aktivitas (activity)
yang
berintaksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut, dapat di rumah berikut
keluarga dan aktivitasnya atau orang-orang di sudut-sudut jalan yang sedang ngobrol, atau di tempat kerja, di kota,
di desa atau wilayah suatu negara. Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan
sebagai obyek penelitian yang ingin dipahami secara lebih mendalam “apa yang terjadi” di dalamnya. Pada
situasi sosial atau obyek penelitian ini maka peneliti dapat mengamati secara
mendalam aktivitas (activity) dari
orang-orang (actors) yang ada pada
tempat (place) tertentu.
Gambar 1.1. Situasi sosial (Social situation)
Tetapi sebenarnya obyek penelitian kualitatif juga
bukan semata-mata pada situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen tersebut,
tetapi juga bisa berupa peristiwa alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, dan
sejenisnya.
Dalam penelitian kuantitatif tidak menggunakan
populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada
pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke
populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki
kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari (Sugiyono,
2012:297-298).
2.
Sampel
a.
Pengertian
Sampel
1) Sugiyono
(2011)
Sampel adalah
bagian atau jumlah dan karakteritik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
2) M.
Toha Anggoro (2011)
Sampel adalah
sebagian anggota populasi yang memberikan keterangan atau data yang diperlukan
dalam suatu penelitian.
3) Margono
(2010)
Sampel sebagai bagian dari populasi.
4)
Soekidjo
(2005)
Sampel adalah sebagian untuk diambil dari keseluruhan
obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.
5)
Sabar (2007)
Sampel
adalah sebagian dari subyek dalam populasi yang diteliti, yang sudah tentu
mampu secara representative dapat mewakili populasinya.
Dengan kata lain,
sampel merupakan himpunan bagian dari populasi. Sampel (disimbolkan dengan n) selalu mempunyai ukuran yang kecil
atau sangat kecil jika dibandingkan dengan ukuran populasi. Pada waktu kita
mengumpulkan data, baik dengan wawancara maupun pengamatan, kita melakukannya
pada individu-individu atau satuan-satuan yang merupakan elemen populasi yang
dinamakan unit analisis. Unit analisis dapat berupa orang, rumah tangga, tanah
pertanian, perusahaan, dan lain-lain (M. Toha Anggoro, 2011)
Menurut Sugiyono
(2011), bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang
ada pada populasi, missal karena keterbatan dana, tenaga dan waktu, maka
peneliti akan mengambil sampel dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari
sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel
yang diambil dari populasi harus betul-betul representative.
Ada empat parameter
yang bisa dianggap menentukan representativeness sampel (sampel yang
benar-benar mencerminkan populasinya), yaitu:
1. Variabilitas
populasi
Variabilitas
populasi merupakan hal yang sudah “given”, artinya peneiti harus menerima
sebagaimana adanya, dan tidak dapat mengatur atau memanipulasinya.
2. Besar
sampel
Makin besar sampel yang diambil akan semakin besar
atau tinggi taraf representativeness sampel tersebut. Jika populasinya homogen
secara sempurna, besarnya sampel tidak mempengaruhi tarag representativeness
sampel.
3. Teknik
penentuan sampel
Makin tinggi
tingkat rambang dalam penentuan sampel, akan makin tinggi pula tingkat
representativeness sampel.
4. Kecermatan
memasukkan ciri-ciri populasi dalam sampel.
Makin lengkap
ciri-ciri populasinya yang dimasukkan ke dalam sampel, akan makin tinggi tingkat
representativeness sampel.
Data sampel seringkali
digunakan dalam penarikan kesimpulan, terutama jika anggota populasinya sangat
besar. Penggunaan data sampel ini biasanya dilakukan dengan alasan sebagai
berikut:
1.
Penelitian
secara individual atau satu persatu terhadap seluruh anggota populasi tidak
mungkin dilaksanakan.
2.
Obyek
penelitian bersifat homogen. Misal, untuk
mengetahui kandungan kadar bahan pencemar air sungai, kita mungkin hanya
memerlukan beberapa ember air sungai tersebut sebagai sampel untuk
dianalisisdan digunakan untuk menarik kesimpulan.
3.
Dampak
destruktif terhadap obyek yang diteliti. Misal, uji mengenai
umur bola lampu pijar. Jika kita ingin menguji daya tahan bola lampu tersebut
maka kita harus menyalakannya terus-menerus sampai lampu tersebut mati. Dengan
demikian maka perusahaan hanya akan menggunakan data sampel untuk penarikan
kesimpulan. Karena apabila menggunakan data populasi maka tidak akan pernah ada
bola lampu yang dijual.
4.
Menghemat
waktu, tenaga dan biaya.
b.
Jenis
Sampel
Teknik penarikan sampel dapat menentukan mutu atau
hasil akhir suatu penelitian. Jika teknik tidak tepat maka penelitian tersebut
dapat dipertanyakan dan mungkin kebermaknaannya akan hilang. Untuk itu terdapat
beberapa jenis sampel yang memiliki prosedur yang berbeda satu sama lain.
1) Sampel
Probabilitas
Sampel
Probabilitas adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama
kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel.
a)
Sampel
acak sederhana
Teknik adalah teknik
yang paling sederhana (simple). Sampel diambil secara acak, tanpa memperhatikan
tingkatan yang ada dalam populasi.
Prosedur simple random
sampling:
i)
Tentukan populasi yang akan diteliti
ii)
Tentukan ukuran sampel yang akan
digunakan
iii)
Memberikan nomor pada semua anggota
populasi, misal mulai dari 000 sampai 700
iv)
Mengambil nomor tersebut secara acak
sebanyak anggota sampel yang telah ditentukan pada langkah 2. Bisa menggunakan
potongan kertas berisi nomor-nomor yang digulung kemudian dikocok sehingga
tidak lagi mengenali nomor-nomornya, bisa juga menggunakan tabel bilangan
random.
b)
Sampling Acakan
dengan Stratifikasi (Stratified random sampling)
Populasi biasanya perlu
digolongkan menurut ciri (stratifikasi) tertentu untuk keperluan penelitian. Misal,
menjadikan buruh suatu pabrik besar sebagai populasi dan populasi ini
distratifikasikan menurut usia <20 tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50
tahun, dan >50 tahun.
Cara
penentuan sampel startifikasi adalah:
i)
Menetapkan kriteria yang jelas yang akan
digunakan sebagai dasar penetuan strata (lapisan).
ii)
Dengan dasar kriteria tersebut populasi dibagi
ke dalam sub-subpopulasi (setiap subpopulasi diasumsikan homogen)
iii) Penentuan
besar sampel pada masing-masing subpopulasi bisa proporsional bisa pula tidak.
iv) Penentuan unsur bisa simple
random/systematic
Sedangkan
syarat stratified random sampling adalah;
i)
Kriteria yang jelas untuk
menstratifikasi
ii)
Ada data pendahuluan mengenai kriteria
iii)
Diketahui jumlah tiap lapisan
Untuk lebih sederhana, dapat diatur tiap jumlah golongan atau kategori
sehingga berjumlah 1000 orang, sedangkan proporsi dipilih sebanyak 100 orang
atau 10 persen.
Usia
Buruh
|
Jumlah
|
Proporsi
sampel
|
Sampel
|
< 20
tahun
20-29
tahun
30-39
tahun
40-49
tahun
50 atau
lebih
|
100
200
300
300
100
|
10%
20%
30%
30%
10%
|
10
20
30
30
10
|
Jumlah
|
1000
|
100%
|
100
|
c)
Sampel
acak berlapis
Sampel yang
elemen-elemennya dipilih secara acak namun sebelum dilakukan, populasinya
distratifikasi terlebih dahulu.
i)
Proportionate
Stratified Random Sampling
Teknik
ini digunakan apabila besar sampel yang diambil secara acak dari masing-masing
lapisan sebanding dengan ukuran lapisannya.
Misalnya,
populasi adalah karyawan PT. XYZ berjumlah 125. Dengan rumus Slovin (lihat
contoh di atas) dan tingkat kesalahan 5% diperoleh besar sampel adalah 95.
Populasi sendiri terbagi ke dalam tiga bagian (marketing, produksi dan
penjualan) yang masing-masing berjumlah :
Marketing : 15
Produksi : 75
Penjualan : 35
Maka jumlah sample yang
diambil berdasarkan masing-masinng bagian tersebut ditentukan kembali dengan
rumus n = (populasi kelas / jml populasi keseluruhan) x jumlah sampel yang
ditentukan
Marketing : 15 / 125 x 95 = 11,4 dibulatkan
11
Produksi :
75 / 125 x 95 = 57
Penjualan : 35 / 125 x 95 = 26.6
dibulatkan 27
Sehingga dari
keseluruhan sample kelas tersebut adalah 11 + 57 + 27 = 95 sampel.
Teknik
ini umumnya digunakan pada populasi yang diteliti adalah keterogen (tidak
sejenis) yang dalam hal ini berbeda dalam hal bidangkerja sehingga besaran
sampel pada masing-masing strata atau kelompok diambil secara proporsional
untuk memperoleh
ii)
Disproportionate
Stratified Random Sampling
Disproporsional
stratified random sampling adalah teknik yang hampir mirip dengan proportionate
stratified random sampling dalam hal heterogenitas populasi. Namun,
ketidakproporsionalan penentuan sample didasarkan pada pertimbangan jika
anggota populasi berstrata namun kurang proporsional pembagiannya. Cara penentuan sampel dengan metode ini, adalah :
·
Populasi dibagi ke dalam mini populasi-mini
populasi. Mini populasi memiliki karakteristik yang sama dengan populasi
·
Pengelompokan mini populasi ini bisa berdasarkan
pada pengelompokan secara administrasi.
·
Setelah itu menentukan cluster secara random (bisa
dilakukan secara bertingkat misal dari desa menjadi dukuh-dukuh atau dusun dst)
·
Cluster yang terpilih adalah unit yang berisi elemen
sample final
Misalnya, populasi
karyawan PT. XYZ berjumlah 1000 orang yang berstrata berdasarkan tingkat
pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2. Namun jumlahnya sangat tidak seimbang
yaitu :
SMP : 100 orang
SMA : 700 orang
DIII : 180 orang
S1 : 10 orang
S2 :
10 orang
Jumlah karyawan yang
berpendidikan S1 dan S2 ini sangat tidak seimbang (terlalu kecil dibandingkan
dengan strata yang lain) sehingga dua kelompok ini seluruhnya ditetapkan
sebagai sampel
d)
Sampel
acak klaster
Digunakan
jika sumber data atau populasi sangat luas misalnya penduduk suatu propinsi,
kabupaten, atau karyawan perusahaan yang tersebar di seluruh provinsi. Untuk
menentukan mana yang dijadikan sampelnya, maka wilayah populasi terlebih dahulu
ditetapkan secara random, dan menentukan jumlah sample yang digunakan pada
masing-masing daerah tersebut dengan menggunakan teknik proporsional stratified
random sampling mengingat jumlahnya yang bisa saja berbeda.
e)
Sampel
acak dua tahap
Ini merupakan gabungan
dari sampel acak klaster dan sampel acak sederhana, dimana pengambilan secara
acak dilakukan dua kali yakni pada tahap kelompok dan tahap individu dalam
kelompok.
2) Sampel
Nonprobabilitas
Artinya
setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama
sebagai sampel.
a)
Sampling
Kuota
Adalah
teknik sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi yang memiliki ciri
tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang diinginkan.
Misalnya
akan dilakukan penelitian tentang persepsi siswa terhadap kemampuan mengajar
guru. Jumlah Sekolah adalah 10, maka sampel kuota dapat ditetapkan
masing-masing 10 siswa per sekolah.
b)
Sampling
Insidential
Insidential
merupakan teknik penentuan sampel secara kebetulan, atau siapa saja yang
kebetulan (insidential) bertemu dengan peneliti yang dianggap cocok dengan
karakteristik sampel yang ditentukan akan dijadikan sampel.
Misalnya
penelitian tentang kepuasan pelanggan pada pelayanan Mall A. Sampel ditentukan
berdasarkan ciri-ciri usia di atas 15 tahun dan baru pernah ke Mall A tersebut,
maka siapa saja yang kebetulan bertemu di depan Mall A dengan peneliti (yang
berusia di atas 15 tahun) akan dijadikan sampel.
c)
Purposive
Sampling
Purposive
sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga
layak dijadikan sampel.
Misalnya,
peneliti ingin meneliti permasalahan seputar daya tahan mesin tertentu. Maka
sampel ditentukan adalah para teknisi atau ahli mesin yang mengetahui dengan
jelas permasalahan ini. Atau penelitian tentang pola pembinaan olahraga renang.
Maka sampel yang diambil adalah pelatih-pelatih renang yang dianggap memiliki
kompetensi di bidang ini. Teknik ini biasanya dilakukan pada penelitian
kualitatif.
d)
Sampling
Jenuh
Sampling
jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah populasi. Biasanya dilakukan jika
populasi dianggap kecil atau kurang dari 100. Saya sendiri lebih senang
menyebutnya total sampling.
Misalnya
akan dilakukan penelitian tentang kinerja guru di SMA XXX Jakarta. Karena
jumlah guru hanya 35, maka seluruh guru dijadikan sampel penelitian.
e)
Snowball
Sampling
Snowball
sampling adalah teknik penentuan jumlah sampel yang semula kecil kemudian terus
membesar ibarat bola salju (seperti Multi Level Marketing….).
Misalnya
akan dilakukan penelitian tentang pola peredaran narkoba di wilayah A. Sampel
mula-mula adalah 5 orang Napi, kemudian terus berkembang pada pihak-pihak lain
sehingga sampel atau responden teruuus berkembang sampai ditemukannya informasi
yang menyeluruh atas permasalahan yang diteliti.
c.
Kriteria
Sampel
1)
Kriteria
Inklusi
Kriteria
inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target
yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam. 2003 : 96). Kriteria inklusi
misalnya :
a) Bersedia
berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian
b) Tidak
buta huruf.
2)
Kriteria
Eksklusi
Adalah
menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam. 2003 : 97). Kriteria
eksklusi misalnya :
a) sakit
atau bepergian saat dilakukan penelitian
b) mengalami
gangguan jiwa
d.
Teknik
Pengambilan Sampel
Lincoln dan Guba (1985) yang dikutip Sugiyono
mengemukakan bahwa “Naturalistic sampling
is, then, very different from conventional sampling. It is based on
informational, not statistical, considerations. Its purpose is to maximize
information, not to facilitate generalization”. Penentuan sampel dalam
penelitian kualitatif (naturalistik) sangat berbeda dengan penentuan sampel
dalam penelitian kuantitatif (konvensional). Penentuan sampel dalam penelitian
kualitatif tidak didasarkan perhitungan statistik. Sampel yang dipilih berfungsi
untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan.
Oleh
karena itu, menurut Lincoln dan Guba, dalam penelitian naturalistik,
spesifikasi sampel tidak dapat ditentukan sebelumnya.
Ciri-ciri
khusus sampel purposive, yaitu :
1)
Emergent
sampling design/sementara
Penentuan sampel dalam penelitian
kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama
penelitian berlangsung
2)
Serial
selection of sample units/menggelinding seperti bola salju (snowball)
Peneliti memilih orang
tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan; selanjutnya
berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu,
peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data
lebih lengkap.
3)
Continuous
adjusmnet or ‘focusing’ of the sample/ disesuaikan dengan
kebutuhan
Unit sampel yang
dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan makin terarahnya fokus
penelitian.
4)
Selection
to the point of redundancy/ dipilih sampai jenuh
Penentuan unit sampel (responden)
dianggap telah memadai apabila telah sampai kepada taraf “redundancy” (datanya telah jenuh, ditambah sampel tidak lagi
memberikan informasi yang baru), artinya bahwa dengan menggunakan sumber data
selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang
berarti (S. Nasution, 2003).
Sanafiah Faisal (1990) dengan mengutip
pendapat Spradley mengemukakan bahwa, situasi sosial untuk sampel awal sangat
disarankan suatu situasi sosial yang didalamnya menjadi semacam muara dari
banyak domain lainnya. Selanjutnya, dinyatakan bahwa sampel sebagai sumber data
atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut.
1) Mereka
yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga
sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya
2) Mereka
yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang
tengah diteliti
3) Mereka
yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi
4) Mereka
yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri
5) Mereka
yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih
menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.
Jadi,
yang menjadi kepedulian bagi peneliti adalah “tuntas dan kepastian” perolehan
informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan banyaknya sampel sumber
data.
e.
Menentukan
Ukuran Sampel
Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan
ukuran sampel. Jumlah sampel diharapkan 100% mewakili populasi adalah sama
dengan jumlah anggota populasi itu sendiri. Makin besar jumlah sampel mendekati
populasi, maka peluang terjadi kesalahan semakin kecil dan sebaliknya semakin
kecil jumlah sampel menjauhi populasi, maka semakin besar kesalahan generalisasi
(diberlakukan umum). Jumlah anggota sampel yang paling tepat digunakan dalam
penelitian tergantung pada tingkat ketelitian atau kesalahan yang dikehendaki. (Sugiyono,
2012).
Berikut ini diberikan tabel penentuan jumlah sampel
dari populasi tertentu yang dikembangkan dari Isaac dan Michael, untuk
tingkat kesalahan 1%, 5%, dan 10%.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa, makin besar
taraf kesalahan, maka akan semakin kecil ukuran sampel.
Rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi
yang diketahui jumlahnya adalah sebagai berikut.
Penentuan ukuran atau jumlah sampel juga bisa
dilakukan dengan formula yang dikembangkan oleh Slovin (1990) dalam Kusmayadi
(2000:74) dengan margin error yang diperkenankan berkisar antara 5 - 10%, yakni
dengan rumus :
keterangan :
n = ukuran sampel yang dibutuhkan
N = jumlah populasi
e = margin error yang diperkenankan (5% atau 10%)
Selanjutnya
diberikan cara menentukan jumlah anggota sampel dengan menggunakan Formula
Krejcie and Morgan
Kemudian
ada penentuan ukuran sampel dengan Nomogram Herry King untuk menentukan ukuran
sampel dari populasi sampai 2000 seperti berikut.
Dalam
Nomogram Herry King tersebut, jumlah populasi maksimum 2000 dengan taraf
kesalahan yang bervariasi, mulai dari 0,3% sampai dengan 1,5%, dan faktor
pengali yang disesuaikan dengan taraf kesalahan yang ditentukan. Dalam nomogram
terlihat untuk interval kepercayaan (confident
interval) 80% faktor pengalinya = 0,780, untuk 85%faktor pengalinya =
0,875, untuk 95% faktor pengalinya = 1,195, dan untuk 99% faktor pengalinya =
1,573.
Roscoe
dalam buku Research Methods For Business
(1982:253) yang dikutip oleh Sugiyono (2012) memberikan saran-saran tentang
ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut ini.
1) Ukuran
sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500
2) Bila
sampel dibagi dalam kategori (misal: pria-wanita, pns-non pns, dll0 maka jumlah
anggota sampel setiap kategori minimal 30
3) Bila
dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau
regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah
variabel yang diteliti
4) Untuk
penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing antara 10 sampai
dengan 20.
Kesalahan
dalam pengambilan sampel hampir tidak dapat dihindari, secara umum kesalahan
yang terjadi terdiri dari dua jenis, yakni :
1) Kesalahan sampling
Kesalahan terjadi
secara kebetulan ketika proses penarikan sampel dilakukan. Dengan kata lain,
kesalahan tersebut muncul di luar kemampuan kontrol peneliti. Seorang peneliti
tentu tidak mengharapkan memperoleh kesalahan sampling yang besar. Namun
sayangnya kesullitan tersebut tidak dapat dikontrol oleh peneliti. Besar
kesalahan sampling tersebut dapat diukur dengan rumus sebagai berikut :
|
Komponen dalam rumus
tersebut antara lain:
i)
Komponen yang mencerminkan pengaruh
ukuran relatif sampel atau (N – n )/N
ii)
Komponen yang encerminkan pengaruh
ukuran absolut sampel atau 1/n
iii)
Akar dari varian sampel atau s
Selama nilai (N – n )/N dan 1/n lebih
kecil dari 1, maka nilai Se akan
lebih dari satu, semakin besar n semakin kecil nilai Se dan berarti semakin kecil kesalahan yang dibuat peneliti.
2) Kesalahan non sampling
Kesalahan
non sampling pada umumnya dibuat oleh peneliti yang sadar bahwa terdapat
beberapa sumber yang menghasilkan bias yang sebagian besar berasal pada
penggunaan sampel nonprobabilitas. Hal ini terjadi misalnya pada penelitian
yang menggunakan responden sukarelawan atau grup yang kebetulan sudah ada.
BAB
III
KESIMPULAN
Kegiatan penelitian selain dilakukan secara sensus, dapat dilakukan dengan
penarikan sampel. Alasannya adalah karena metode penarikan sampel lebih
praktis, biayanya lebih hemat, serta memerlukan waktu dan tenaga yang lebih
sedikit dibandingkan dengan metode sensus. Pengambilan sebagian dari
keseluruhan objek, dan atas hasil penelitian suatu keputusan atau kesimpulan
mengenai keseluruhan objek populasi dibuat, disebut sebagai metode penarikan
sampel.
Dari berbagai penjelasan di atas
dapat kita simpulkan bahwa teknik penentuan jumlah sampel maupun penentuan
sampel sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari penelitian. Dengan
kata lain, sampel yang diambil secara sembarangan tanpa memperhatikan aturan-aturan
dan tujuan dari penelitian itu sendiri tidak akan berhasil memberikan gambaran
menyeluruh dari populasi.
Penelitian yang memakai
sampel untuk meneliti atau menyelidiki karakteristik objek penelitian, dilakukan dengan
beberapa alasan antara lain: objek yang diteliti sifatnya mudah rusak, objek
yang diteliti bersifat homogen, tidak mungkin meneliti secara fisik seluruh
objek populasi, untuk menghemat waktu, biaya dan tenaga, serta keakuratan hasil sampling.
Dalam konteks penelitian
kualitatif, penentuan sampel didasarkan pada proses sampling sebagai parameter
populasi yang dinamis. Hal ini dapat dipahami karena kekuatan dari penelitian
kualitatif terletak pada kekayaan informasi yang dimiliki oleh responden, dari
kasus yang diteliti, dan kemampuan analitis peneliti. Sehingga penentuan sampel
dalam penelitian kualitatif disesuaikan dengan tujuan penelitian, masalah
penelitian, teknik pengumpulan data, dan keberadaan kasus yang kaya akan
informasi (atau oleh kecukupan informasi yang diperoleh).
DAFTAR
PUSTAKA
Anggoro, M. Toha dkk. 2011. Metode
Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka
Arikunto Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka
Cipta
Bogdan, Robert C; Biklen, Knopp
Sari. 1982. Qualitative Research For
Education; An Introduction to Theory and Methods; Allyn and Bacon. Boston
London
Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian kualitatif, dasar dan aplikasi.
Malang : YA3
Kusmayadi, Endar Sugiarto, Metodologi Penelitian dalam Bidang
Kepariwisataan, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000.
Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Mudrajat, Kuncoro. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi.
Jakarta: Erlangga
Nasution. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi
Revisi). Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman
Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta: Salemba Medika
Rutoto, Sabar. 2007. Pengantar Metodologi Penelitian. FKIP:
Universitas Muria Kudus
Sekaran, Uma. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta :
Salemba Empat
Spardley, James. 1980. Participant Observation, Hoolt, Rinehart
and Wiston.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Usman, Husnaini. 2006. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi
Aksara
Terima kasih atas pencerahannya:
BalasHapusProposal Kajian Akademis sy diterima, dengan Judul Hubungan Revisi DIPA dengan Perencanaa. Dalam Proposal yg sudah disetujui. deskriptif kualitatif.
Pertanyaan: Hubungan sering identik korelasi (biasa kuantitaif) bisakah dikualitatifkan.
2. Rencana sampelnya mungkin 5 orang dengan tempat yg berbeda.
3. efektifkah penelitian kualitatif ini karena jauh lokasi dengan informan. mohon jawaban yg tidak terlalu lama, karena mau seminar proposal ditempat lain dari tempat. tks.