DUDUDAMDIDU - blog gado gado seputar tugas kuliah -

Cari Blog Ini

Perbedaan Hipotesis Penelitian & Hipotesis Statistik

Hipotesis penelitian yaitu jawaban teoritis terhadap rumusan masalah, sedangkan hipotesis statistik itu ada apabila penelitian bekerja ...

Followers

Selasa, 31 Oktober 2017

Perbedaan Hipotesis Penelitian & Hipotesis Statistik



Hipotesis penelitian yaitu jawaban teoritis terhadap rumusan masalah, sedangkan hipotesis statistik itu ada apabila penelitian bekerja dengan sampel. jika penelitian tidak menggunakan sampel, maka tidak ada Hipotesis Statistik.

Dalam suatu penelitian, dapat terjadi ada hipotesis penelitian, namun tidak ada hipotesis statistik. Penelitian yang dilakukan pada seluruh populasi mungkin akan terdapat hipotesis penelitian namun tidak akan ada hipotesis statistik.

Apabila penelitian tersebut tidak memiliki hipotesis statistik maka tidak akan ada istilah "signifikansi" (hipotesis penelitian yang telah terbukti pada sampel itu baik deskripstif, komparatif maupun asosiatif dapat diberlakukan ke populasi).

Daftar Pustaka:
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta : Bandung.

Kamis, 26 Oktober 2017

Usaha peningkatan kreativitas siswa (PMRI)





Kreativitas adalah suatu kondisi sikap atau keadaan yang sangat khusus sifatnya dan hampir tak dirumuskan secara tuntas. Dalam hal ini guru diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendemonstrasikan perilaku yang kreatif. Beberapa usaha yang bisa dilakukan guru untuk meningkatkan kreativitas siswa yaitu :

  1. Guru mengargai hasil-hasil pikiran kreatif siswa.
  2. Guru respect terhadap pertanyaan, ide dan solusi siswa yang tidak biasa (unusual).
  3. Guru menunjukkan bahwa gagasan siswa adalah memiliki nilai yang ditunjukkan dengan cara mendengarkan dan mempertimbangkan. Pada tataran ini guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada oranglain.
  4. Guru harus memotivasi siswa untuk mengarah ke aktivitas yang inisiatif, karena motivasi berfungsi sebagai pendorong, penggerak dan penyeleksi perbuatan.

Atau bisa juga dengan menerapkan salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu Think, Write and Talk. Metode pembelajaran ini banyak melibatkan siswa untuk berpikir kritis, berkreasi, dan bertukar informasi serta akan terjadi kompetensi yang dinamis dalam proses pembelajaran. Langkah-langkahya: 

  • Think         : siswa diberi kesempatan untuk meikirkan materi / menjawab pertanyaan yang diajukan guru secara individu.
  • Write          : siswa diminta menuliskan kembali dengan bahasa dan pemikirannya hasil dari belajar dan diskusi kelompok.

  • Talk           : siswa diminta aktif dalam diskusi kelompok mengenai lembar kerja yang telah disediakan, dalam tahap ini siswa diharapkan mampu berinteraksi dan saling berbagi jawaban serta pendapat dengan anggota masing-masing kelompok.


sumber: 
http://www.academia.edu/3750566/Upaya_Meningkatkan_Kemampuan_Berpikir_Kreatif_Siswa_Melalui_Pengajuan_Masalah

MELALUI PMRI PENGHARGAAN KEPADA SISWA TERBENTUK




Pendahuluan
            Bukan rahasia lagi ,untuk mengajar  berhitung (sekarang matematika) guru harus siap segalanya, terutama kesiapan emosional.Tidak sedikit guru yang sering marah-marah di saat mengajar matematika.Misalnya: “Kamu itu bagaimana, sudah sering diterangkan mengerjakan soalseperti ini tidak dapat!”, bentak seorang guru sambil melotot. Akibatnya anaks atu kelas diam seribu bahasa. Belum puas dengan kata-kata itu gur mungkin melanjutkan bentakannya. “Hafal tidak kamu perkalian 6x7!”, “Hafal Pak” celetuk salah seorang anak. “Coba yang lain bagaimana!” lanjut Pak Guru. Itulah sekelumit contoh penggalan kejadian dalam pegajaran matematika yang dilakukan banyak guru.
Guru SangatMenghargai Pendapat Anak
            Melalui PMRI kebiasaan mengajar matematika dengan mengerjakan soal seperti contoh diatas ditiadakan. Sasaran pengajaran matematika tidak semata-mata hasil akhirnya yang diutamakan. Namun prosesnyalah yang sangat dipentingkan. Melalui prosesitu ternyata:
1.      Anakdapat bernegosiasi dengan anak lain. Anak yang merasa lebih bisa berani memberipenjelasan kepada anak lain. Anak tampak akrab dengan pelajaran matematika.Akhirnya pelajaran hidup tidak monoton.
2.      Gurusemakin menyadari keberagaman siswa di dalam menjawab soal. Denganmemperhatikan cara mengajarkan soal yang beragam, guru semakin sadar bahwa anakmemang mempunyai keanekaragaman yang harus diakui.  Cara mengerjakan soal tidak harus seperticara yang diajarkan guru.
3.      Pengajaranmenjadi hidup. Suasana menjadi lebih menyenangkan, karena guru tidak memaksakankehendaknya. Disinilah peran guru agar lebih jeli memperhatikan kreativitasanak.
4.      Anakyang apatis lama-lama menjadi simpati terhadap matematika, sebab mereka merasahasil karyanya dihargai guru.
Keberagaman cara siswa menjawab soal matematikanampak dalam contoh berikut yang terjadi dalam pengajaran penjumlahan di kelas2 SDN Timbulharjo, Sleman. Guru mengajukan masalah: 97+15= . . .
Jawaban beberapa anak seperti dibawah ini:
Si A menjawab
97 + 15 = 90+7+10+5
            =90+10+7+5
            =100+12
            =112
Si B menjawab
97 + 15 = 10+10+10+10+10+10+10+10+10+10+7+5
            =100+7+5
            =112
Si C menjawab
97 + 15 =90+7+10+5
            =100+12
            =112
Si D menjawab
97 + 15 =97+3+5
            =100+12
            =112
Dengan memperhatikan beberapa jawaban anak,  guru sadar bahwa didalam menjawab terdapatberaneka ragam cara anak. Hal itu harus kita hargai.
Kesimpulan
            PMRI merupakan pendekatan pengajaran matematika yang dialamnya terkandung nilaisaling menghargai, sehingga PMRI ternyata dapat diapakai sebagai media belajarberdemokrasi. Anak yang merasa bisa menjadi mau dan mampu memberi penjalasankepada temannya yang tidak mampu. Begitu pula anak yang tidak mampu tidaksegan-segan untuk bertanya kepada yang lebih maju. Dilain pihak, guru menjadisemakin banyak waktu untuk mengamati kemajuan anak secara ndividual.
GuruSDN Timbulharjo Sleman
Timsosialisasi PMRI USD

 Komentar :
Seharusnya penghargaan kepada siswa memang diperlukan. Tidak sedikit guru yang hanya mementingkan hasil akhir tanpa memperhatikan prosesnya. Didalam kegiatan belajar mengajar seringkali guru marah apabila siswa belum mampu mengerjakan soal yang diberikan,padahal kondisi tersebut tidak hanya dipengaruhi olehkemampuan siswa saja namun mungkin juga dipengaruhi guru yang terkesan galakdan membuat siswa merasa “sepaneng” sehinggamembuat siswa kurang dapat memahami materi yang disampaikan dan belum dapat mengejarkansoal dengan baik karena mereka merasa takut untuk bertanya. Apabila prosesdalam pengajaran matematika tersebut lebih dipentingkan, guru tentu akan lebih menekankan bagaimana cara memperoleh hasil dari jawaban soal diberikan bukan hanya berapa hasil jawaban dari soal yang diberikan. Karena apabila guru hanya menekankan berapa hasil jawaban dari soal yang diberikan siswa akan berpikir“Menyontek saja, kan yang dinilai cuma hasilnya bukan caranya”. Guru  yang hanya mementingkan hasil juga jarang memantau kemajuan siswa secara individu. Setelah memberikan soal kemudianmemberikan waktu kepada siswa untuk mengerjakan , guru biasanya hanyamenanyakan hasl jawabannya. Apabila jawaban yang diberikan sudah benar guruterkadang tidak membahas bagaimana cara memperoleh hasil tersebut, padahalkemampuan siswa berbeda-beda tidak semua mampu memahami bagaimana cara memperoleh hasil dari soal yang diberikan. Berbeda dengan guru yang lebih menekankan proses, siswa dapat memahami materi dengan baik. Mereka juga bersemangat mengerjakan soal karena mereka merasa bisa sehingga pengajaran tampak hidup dan tidak monoton.

Pendidikan Matematika Realistik





Permainan Tradisional untuk mengembangkan interaksi sosial, norma sscial dan norma
sosiomatik pada pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik

Dalam pembelajaran matematika terjadi pengembangan pengetahuan formal menjadi konsep formal melalui interaksi yang didukung oleh normal social. Komunikasi dan interaksi adalah karakteristik alami dari sebuah permainan (tradisional) yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangan interaksi sosial, norma sosial dan norma sosiomatik dalam pembelajaran matematika karena norma social dan norma sosiomatik merupakan pola umum yang tidak terkait pada topic atau materi pembelajaran serta berkaitan dengan negosiasi tentang prosedur pemecahan masalah dan alternative serta perumusan prosedur yang efektif. Pemanfaatan permainan (tradisional) untuk pembelajaran sangat sesuai dengan pendekatan PMR karena sesuai dengan bentuk-bentuk pembelajaran seperti phenomenological exploration, interactivity, experiential Learning Theory (David Kolb) yang sangat menekankan pembelajaran yang berbasis pada pengalaman. Pembelajaran berbasis pengalaman ini memiliki banyak kelebihan yaitu lewat permainan ini siswa dapat lebih termotivasi dalam belajar sehingga terjadi peningkatan pemahaman. Lebih menekankan pada aksi atau tindakan daripada penjelasan yang verbal, mampu mengakomodir berbagai macam metode pembelajaran. Jadi dalam pembelajaran matematika harus tetap diperhatikan interaksi antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa karena akan membangun aspek afektif, interaksi social serta afektif siswa.

Interaksi Sosial dalam Pembelajaran Matematika: Pembentukan Matematikawan yang Berkarakter Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010, p.3 Karakter didefinisikan sebagai “watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak”. Untuk membentuk watak kita harus tau terlebih dahulu karakter apa yang ingin dibentuk baru kemudian kita menentukan langkah yang akan diambil. Banyak sekali metode dalam pembelajaran matematika sebagai contoh metode diskusi. Yaitu langkah pemecahan masalah dengan pemikiran bersama. Dari masalah yang diberikan guru siswa harus kreatif serta aktif menyelesaikan permasalahan tersebut. Banyak aktivitas yang terjadi di saat diskusi misalnya berpikir, terjadi saling bertukar pendapat, saling berargumen sehingga siswa memiliki sikap demokratis,saling menghargai serta toleransi yang dapat membentuk karakter.